Mie Sehat - Non Gandum - Bebas Gluten - Mengandung Betakaroten - Tanpa Pewarna Sintetis - Bahan Baku Asli Indonesia - Pilihan Keluarga Sehat

POTENSI JAGUNG

 

MI JAGUNG, SEBUAH ALTERNATIF


REPUBLIKA JAKARTA -- Sekilas tampilannya mirip dengan salah satu jenis pasta, spaghetti. Bentuknya bulat panjang, berwarna kekuningan dan lebih besar bila disandingkan dengan mie instan yang biasa kita temui. Itulah mie jagung. Mie jagung adalah mie berbahan baku tepung jagung. Sebagai negara dengan jumlah penduduk ke empat terbesar di dunia versi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (2011) sangat disayangkan Indonesia masih harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan
pangan rakyatnya. Konsumsi masyarakat terhadap tepung terigu (gandum) terus memperlihatkan kenaikan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Pada 2008 konsumsi tepung terigu nasional mencapai 3,8 juta ton (BPS). Bahkan, terigu menjadi sumber karbohidrat terbesar kedua setelah beras. Total kebutuhan tepung terigu tersebut setara dengan sekitar 4,5 – 5 juta ton biji gandum yang seluruhnya masih harus diimpor dari
luar negeri. 

Bertolak dari alasan tersebut, tim Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (B2PTTG) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Subang mengembangkan alternatif pangan berbentuk mie instan jagung.  Ketua tim penelitian mie jagung 2013 Parama Tirta Wulandari Wening Kusuma mengatakan perubahan pola konsumsi masyarakat saat ini menginginkan produk yang berkualitas dan praktis dalam penyajiannya. Untuk menghemat waktu penyajian maka perlu disiapkan pangan dalam bentuk instan. Penelitian terhadap mie jagung dimulai sejak dua tahun lalu. Pada 2011 telah dihasilkan formulasi mie jagung dalam skala laboratorium. Formulasi ini terdiri dari 80 persen tepung jagung dan 20 persen tepung tapioka dengan waktu masak selama empat menit. Metode yang digunakan adalah metode pembentukan lembaran dan untaian (//sheeting// dan //slitting//). Penginstanan menggunakan metode penggorengan. Hasil yang belum optimal menjadi semangat tim untuk terus memperbaiki kualitas.

Saat itu tekstur mie jagung instan masih patah setelah direhidrasi atau dimasak dengan air. Pada tahun ke dua (2012) tim fokus pada upaya optimasi proses mie jagung instan sehingga diperoleh produk mie jagung instan yang memiliki mutu sesuai dengan standar. Optimasi yang dilakukan adalah perbaikan proses mulai dari formulasi ulang produk berdasarkan formulasi terbaik 2011, variasi metode proses dalam uji coba penggunaan alat tekan ulir, variasi penggunaan ukuran partikel tepung jagung dan pemilihan bahan subtitusi yang tepat. "Tahun ini kita mau mencoba perbaikan kualitas produk agar lebih baik," ujar perempuan yang akrab disapa Wening ini. Ia melanjutkan, pada 2013 akan dilakukan perancangan sistem produksi yang meliputi peningkatan skala (//scaling-up//) proses dari skala laboratorium ke skala pilot, analisa potensi pasar dan penetapan strategi pemasaran produk, yang meliputi promosi, penetapan harga, penetapan posisi produk dan penetapan lokasi pemasaran. 

Distribusi bahan baku dan produk juga menjadi bagian dari analisa. Pada tahun terakhir atau 2014 akan dilakukan implementasi dan alih teknolgi kepada UMKM. Pada dasarnya proses pembuatan mie jagung instan tidak berbeda jauh dengan pembuatan mie dari gandum atau tepung terigu. Tepung jagung dimatangkan terlebih dulu, kemudian dicampur dengan tepung tapioka yang telah dibentuk menjadi gel. Bahan tersebut dicampur dengan bahan penunjang dan masuk ke tahap pengadonan. Adonan kemudian dibentuk menjadi lembaran mie dan dipotong hingga menjadi untaian mie. Mie lalu dikukus selama tiga menit dan digoreng pada suhu 140-160 derajat Celsius selama 60-90 detik. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan mie instan jagung adalah tepung jagung, tapioka, air, guargum dan garam.

Pada umumnya kualitas mie dengan bahan baku terigu ditentukan oleh fraksi gluten. Namun, pada mie jagung sifat //rheologi// (seperti kekerasan dan kelengketan mie) dipengaruhi kandungan fraksi amilosa dan amilopektin. Hal ini disebabkan tepung jagung tidak memiliki gluten seperti halnya terigu yang mampu membentuk adonan yang lengket dan elastis dengan penambahan air. Karena itulah dalam pembuatan mie jagung instan ditambahkan bahan pendukung lainnya, yakni tepung tapioka untuk membantu mendapatkan tekstur mie yang baik. Pati jagung di dalam tepung jagung yang digelatinisasi dapat menggantikan keberadan gluten pada tepung terigu. Penampakan mie jagung terlihat 'besar' dibanding mie instan pada umumnya karena sistem pemotong adonan (mesin //sheeting// dan //slitting//) memiliki jarak antar ruas yang berbeda dengan alat pada industri besar. Namun, secara tekstur berbeda. "Kalau tekstur sebenarnya sudah sesuai dengan SNI mie instan, tapi secara fisik masih agak rapuh dan mudah patah. Berbeda dengan mie gandum yang lebih kuat karena mengandung gluten," ujar Wening. Untuk rasa, baru diujikan di lingkungan kantor B2PTTG di Subang. Dari skala satu sampai delapan, penerimaannya adalah enam atau cukup disukai. Jumlah responden tidak terlatih sebanyak 30 orang.

Sedangkan uji pasar dan uji kesukaan produk akan dilakukan tahun ini. Tahun ini tim tengah mempersiapkan desain produk, termasuk desain kemasan, harga dan jalur distribusi.  Mie jagung ini juga dilengkapi dengan bumbu instan rasa kari dan kerupuk ikan. Bumbu instan dan kerupuk digunakan sebagai bahan pelengkap untuk menambah cita rasa pada penyajian mie jagung instan. Wening mengakui jika dibandingkan dengan mie gandum atau terigu, mie jagung ciptaan anak bangsa ini memang kalah. Harganya Rp3.400 per 60 gram. Namun, jika dibandingkan dengan mie “sehat” yang ada di pasaran, mereka masih bisa bernapas lega karena harganya juga sekitar Rp3.000-Rp3.500. Pengolahan jagung didukung ketersediaan bahan baku, mengingat produktivitas jagung yang cukup tinggi. Jagung merupakan komoditi pangan Indonesia dengan volume produksi pertahun mencapai 12,45 juta ton pipilan kering. Produksi jagung meningkat dari 11,61 juta ton pada 2006 menjadi 15,6 juta ton pada 2008 (BPS). Wening menuturkan sebenarnya jagung merupakan komoditas 'seksi'. Sayang, Wening dan tim selalu terbentur dengan harga bahan baku yang masih tinggi.
 
Ia juga menyayangkan jagung yang justru dimanfaatkan sebagai pakan. Dan, masyarakat yang dididik untuk makan gandum yang jelas-jelas impor. "Sudah seperti lingkaran setan sebenarnya, tapi berangkat dari keinginan menjadikan jagung punya nilai tambah kami selama hampir tiga tahun fokus mengembangkan mie jagung untuk mengurangi kuantitas impor gandum," katanya optimis. Ia menjelaskan jagung merupakan salah satu komoditas lokal Indonesia yang dapat diandalkan untuk menyokong ketahanan pangan. Jagung yang memiliki kandungan nilai gizi yang cukup memadai dan di beberapa daerah di Indonesia sudah digunakan sebagai makanan pokok. (ani nursalikah)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar